Asperger’s Syndrome
merupakan salah satu dari Autism Spectrum Disorders atau Pervasive
Developmental Disorder (PDD). Sindrome ini pertama kali ditemukan oleh Hans
Asperger, seorang psikiater dari Austria, pada tahun 1944. Penyandang
Asperger’s Syndrome memiliki ciri-ciri yang hampir mirip dengan penyandang
autisma, yaitu adanya masalah
dalam interaksi sosial, dimana terdapat pola perilaku yang steriotipik, dan
keterbatasan dalam aktivitas dan minat. Mereka memiliki minat yang rigid, social insensitivity, dan keterbatasan kemampuan
untuk berempati terhadap orang lain. Namun, berbeda
dengan autisma, pada Asperger tidak disertai keterlambatan perkembangan
kognitif atau bahasa. Mereka mandiri, suka bersosialisasi, memiliki
tingkat kecerdasan normal atau bahkan di atas rata-rata, dan memiliki
kreatifitas yang tinggi sehingga banyak di antara mereka mampu memberikan
kontribusi yang besar dalam bidang-bidang seperti seni, matematika dan komputer.
Mereka cenderung hebat di bidang yang hanya sedikit memerlukan interaksi
sosial.
Di balik kehebatan tersebut, mereka menemukan banyak
kesulitan dalam menjalani kehidupan sosial akibat keterbatasan yang mereka
miliki. Penyandang asperger pada umumnya mempunyai tingkat stres dan kecemasan
yang tinggi. Hal-hal yang terlihat sepele seperti perubahan rute perjalanan,
sentuhan dari orang yang tidak dikenal atau perhatian publik dapat membuat
mereka merasakan ledakan emosi yang membuat mereka kehilangan kendali diri. Hal
ini terutama terjadi karena mereka sendiri tidak mengenali perasaan apa yang
sedang mereka rasakan. Menurut Benjamin Giraldo, Ps., M.Ed., dari 3 penyandang
Asperger’s Syndrome, 2 diantaranya memiliki masalah dalam anger management. Kesedihan dan kecemasan sering mereka ekspresikan
dengan kemarahan. Oleh karenanya, sangat penting bagi mereka mengenali dan kemudian
menemukan cara memanage emosi mereka.
Untuk mengenali emosi, dapat digunakan
Termometer Emosi. Terdapat termometer yang berbeda untuk emosi yang berbeda
pula, misalnya : termometer kemarahan, termometer kecemasan, termometer kebahagiaan.
Gambar/foto dan kata-kata diletakan di poin tertentu pada termometer.
Tony Attwood, seorang
Psikolog anak, dalam bukunya The Complete Guide to Asperger's Syndrome, mengembangkan cara efektif bagi penyandang
Asperger untuk memperbaiki emosi yang sedang labil. Ia menyebutnya dengan “Emotional
Toolbox”.
1. Physical Activity tools, merupakan
cara cepat untuk melepaskan energi-energi emosi yang berlebihan. Caranya antara
lain dengan berjalan kaki, berlari, lompat trampolin, bersepeda, memukul punchbag dan lain-lain. Cara ini efektif
terutama untuk level stres tinggi.
2. Relaxation tools. Cara ini secara
perlahan melepaskan energy emosional, yaitu dengan mendengarkan musik,
menyendiri, pijat, menonton acara komedi, atau tidur. Cara ini paling efektif
untuk tingkat stres rendah.
3. Social tools, misalnya dengan
menulis, berpuisi, menghabiskan waktu dengan keluarga, menolong orang lain,
bertemu orang dengan masalah yang sama, konselor atau orang yang dianggap
memahami isu Sindrom Asperger.
4. Solitude. Penyandang asperger
merasakan kelelahan secara emosi dan mental saat bersosialisasi. Oleh karena
itu, untuk satu jam waktu bersosialisasi, mereka membutuhkan satu jam waktu
menyendiri.
5. Thought and perspective, yaitu
dengan mengganti pemikiran-pemikiran seperti “aku bodoh dan aneh” dengan pemikiran
“aku berpikir dengan cara yang berbeda dengan orang lain”
6. Special interests, yaitu dengan
melakukan satu kegiatan yang disukai. Hal ini dilakukan untuk menjaga kecemasan
tetap dibawah kendali, menghambat pikiran negatif, relaksasi dan penyaluran hobi.
Namun, apabila cara ini digunakan sebagai satu-satunya cara mengurangi kecemasan,
maka kegiatan ini dapat menjadi Obsessive Compulsive Disorder (OCD).
7. Sensory tools. Penyandang asperger
biasanya memiliki masalah sensory,
karenanya sensory tools dapat digunakan
untuk merelaksasi sensory mereka yang
sensitif. Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain, relaksasi suara
(mendengarkan musik kesukaan), relaksasi cahaya (menggunakan sun glasses, pengaturan cahaya ruangan),
relaksasi aroma (menggunakan pewangi ruangan, aroma terapi), relaksasi tactile (menggunakan pakaian dengan
tekstur yang disukai)
8. Medication. Obat-obatan untuk
menekan kecemasan sebaiknya hanya digunakan apabila cara lain tidak berhasil
dan hanya digunakan dalam jangka pendek.
Selain
itu, Atwood juga mengemukakan beberapa hal yang harus dihindari oleh
orang tua atau orang-orang terdekat ketika si penyandang Asperger mengalami
ledakan emosi, antara lain :
•
Affection,
misalnya memeluk, mencium
•
Punishment, misalnya memarahi atau memukul
•
Talking, misalnya
mengajak ngobrol atau mendiskusikan keadaan emosinya
•
Becoming emotional, yaitu dengan menunjukkan
kecemasan berlebihan
Hal-hal tersebut hanya akan memperparah
kondisi emosional penyandang asperger dan membuat mereka bertambah labil. Cara terbaik adalah dengan memberikan
mereka waktu menyendiri namun dengan tidak meninggalkan mereka sendirian.
Devira,
2011
******
Saya pernah menjadi terapis anak berkebutuhan khusus, beberapa tahun yang lalu. Tulisan ini saya buat di sela-sela waktu luang saya saat itu. Ooh...I really enjoy my experience as therapist of special needs children. Salah satu pengalaman yang banyak membantu kehidupan saya sekarang. Dan saya bersyukur, saya puas dengan masa muda saya dimana saya belajar banyak hal dan puas mengeksplorasi diri. InsyaAllah untuk kehidupan ke depan tidak ada penyesalan karena tidak berani mencoba dan takut tersesat. Memang terkadang kita harus tersesat berkali-kali untuk mendapatkan jati diri kita yang sesungguhnya. Sekarang tinggal menjalani track yang benar. InsyaAllah sukses terus meningkat di masa depan dan seterusnya ^_^



Tidak ada komentar:
Posting Komentar