COMPASSION FATIGUE DAN
EMPATHIC DISTRESS
Oleh : Devira Sari,
psikolog
“Helping until it hurts?” - Kyle D. Killian
Compassion fatigue (CF) dan empathic distress (ED) merupakan istilah yang sering digunakan
bergantian, merujuk pada masalah psikologis yang dialami para helping professional. Yang dimaksud
dengan helping professional adalah orang yang bekerja dalam kapasitas menolong
orang lain, antara lain psikolog klinis, konselor, dokter, perawat, paramedis,
pekerja sosial, caregiver, dan profesi lain yang berhubungan dengan penanganan
trauma dan meringankan penderitaan orang lain.
Saya sendiri baru
mengetahui istilah compassion fatigue
sekitar tahun 2015 dari dosen saya yang mengikuti sebuah seminar kesehatan
mental. Kemudian, tahun 2016 saya dan teman-teman melakukan penelitian
psikologi medis di sebuah rumah sakit di kota Cimahi, Jawa Barat. Teringat
dengan konstruk yang relatif baru saya ketahui, saya berdiskusi dengan
teman-teman saya dan kami sepakat menggunakan CF sebagai variabel penelitian.
Dari situ saya banyak membaca dan mendapatkan pemahaman tentang istilah
tersebut.
COMPASSION FATIGUE
Compassion fatigue pertama kali diperkenalkan oleh Charles
Figley, seorang profesor di bidang psikologi dari Universitas Tulane, pada
tahun 1990an. Compassion artinya
perasaan yang mendalam dan kemampuan merasakan penderitaan orang lain sehingga
muncul keinginan untuk membantu meringankan penderitaan tersebut. Sedangkan fatigue berarti kelelahan setelah
berusaha keras atau karena melakukan sesuatu secara rutin (terus menerus).
Figley mendefinisikan compassion fatigue sebagai konsekuensi perilaku dan emosi
yang secara alami dihasilkan dari mengetahui pengalaman traumatis orang lain,
dan stres yang dihasilkan dari membantu atau keinginan untuk membantu orang
dengan trauma dan mengurangi penderitaan tersebut. CF adalah resiko profesi
dalam merawat orang yang mengalami penderitaan emosional dan merupakan dampak
langsung dari paparan trauma yang dialami klien, kemudian diperparah oleh
kurangnya dukungan di tempat kerja dan di rumah.
GEJALA COMPASSION FATIGUE
CF mengacu pada
kelelahan akibat menjalankan profesi membantu meringankan penderitaan orang
lain secara terus menerus. Hampir sama seperti profesi lainnya, yang juga dapat
mengalami kelelahan dikarenakan tugas yang mereka kerjakan terus menerus.
Misalnya atlit akan kelelahan karena latihan fisik terus menerus, atau
konseptor akan kelelahan karena memikirkan konsep terus menerus. Akan tetapi,
penelitian oleh Figley menemukan bukti bahwa para helping professional mengalami
sesuatu yang lebih kompleks daripada kelelahan bekerja seperti pada profesi
lain. Yang dirasakan para helping professional lebih dari sekedar BURNOUT. Mereka mengalami kelelahan
emosional dan fisik sampai kehilangan kemampuan mereka untuk terhubung dengan
perasaan kasih sayang dengan orang lain (klien, kolega, dan orang yang
dicintai). Gejala yang sering terjadi antara lain mimpi buruk, tidak bisa
tidur, sulit bangun dari tempat tidur, kesulitan melupakan cerita traumatis
yang diceritakan oleh klien mereka, sakit kepala, sakit di bagian dada, merasa
kering dan kosong, merasa seperti tertular rasa sakit dari klien, penurunan
kualitas kerja saat merawat pasien/klien, peningkatan kesalahan klinis,
menurunnya kepekaan terhadap lingkungan sosial, mudah marah karena hal kecil,
gangguan kecemasan dan depresi. Jika dibiarkan mereka pun akan membenci
profesinya, membenci orang terdekat, membenci seluruh manusia, bahkan membenci
diri sendiri sehingga dapat menyebabkan peningkatan tingkat pengajuan cuti dan
pengunduran diri, serta stres dalam rumah tangga, perceraian, dan isolasi
sosial. Gelaja ini disebut juga dengan secondary
traumatic stress : stres traumatik yang “ditularkan” dari orang lain dan
bukan dari pengalaman sendiri. Compassion fatigue menyerang alasan utama yang
membuat penderitanya mencintai pekerjaan mereka, yaitu empati dan keinginan
membantu orang lain.
EMPATHIC DISTRESS
Sekitar tahun 2018
saya baru mengetahui istilah ini dan merasa penasaran. Setelah membaca beberapa
literatur, saya menemukan bahwa empathic
distress makna dan gejalanya kurang lebih sama dengan compassion fatigue. Namun dari yang saya baca, Tania Singer, seorang
peneliti dari laboratorium ilmu saraf sosial di Max Planck Institute for Human Cognitive and Brain Sciences
di Jerman kurang setuju dengan penggunaan istilah compassion fatigue. Menurutnya, yang menyebabkan gangguan dan
kelelahan pada para helping professional bukan compassion melainkan empati. Menurut Singer, compassion tidak akan membuat kita kelelahan (fatigue). Empati yang berlebihan lah yang membuat kita kelelahan
bahkan distres.
Empati adalah kemampuan merasakan perasaan yang sama dengan orang lain.
Sedangkan distres adalah bentuk stres yang mengganggu kehidupan orang yang
mengalaminya. Singer dan Klimecki (2011) mendefinisikan empathic distress
sebagai “a strong aversive and
self-oriented response to the suffering of others, accompanied by the desire to
withdraw from a situation in order to protect oneself from excessive negative
feelings”. Jadi, ED ini lebih bersifat self-oriented
sehingga rasa tidak nyaman berasal dari dalam diri, dan memunculkan keinginan
untuk menarik diri dari situasi tersebut untuk melindungi dari perasaan negatif
yang berlebihan. Sementara compassion, menurut Singer, lebih bersifat other-oriented sehingga semestinya
dengan menolong orang lain akan otomatis mengurangi perasaan negatif,
meningkatkan perasaan positif dan tidak mungkin membuat kelelahan (fatigue).
Menurut saya, kedua hanya persoalan istilah dan penggunaannya saja. CF itu
lebih tepat digunakan dalam konteks profesional. CF adalah kombinasi dari burnout dan secondary traumatic stress. Dimana memang tugas utama mereka adalah
memberikan compassion dan terus menerus terpapar luka emosional orang lain,
terlepas dari apakah mereka melakukan pekerjaan tersebut karena motivasi
internal (passion) atau bukan.
Sementara ED lebih bersifat natural dan internal sehingga tidak hanya dapat
dialami oleh para helping professional.
Orang awam juga dapat mengalami ED.
Beberapa orang yang saya kenal mengalami ED tidak bekerja di bidang profesi
yang melibatkan compassion, bahkan
tidak memiliki profesi sama sekali. Namun, mereka memang dianugerahi Tuhan
empati yang begitu besar, sebagai bawaan lahir dan/atau karena sudah mengalami
pengalaman pahit dalam hidupnya. Jadi mereka tidak punya tugas/tanggung jawab
untuk memberikan apapun pada orang lain. Saking besarnya empati yang mereka
miliki sampai tak terkendali, sehingga menyebabkan distress dan mengganggu
kehidupan orang tersebut. Tubuh mereka seperti spons yang mampu menyerap semua
emosi yang ada di sekitar mereka dan merasakannya seperti emosi mereka sendiri.
Mereka bahkan sering kali kesulitan membedakan mana emosi dari dalam diri
mereka dan mana emosi yang datang dari luar diri mereka. Hal ini secara alamiah
mendorong mereka untuk meringankan penderitaan orang lain sebagai satu-satunya
cara untuk meringankan penderitaan yang mereka rasakan, sebagai suatu tanggung
jawab. Hanya saja sering kali mereka mengalami kewalahan dan merasa bersalah
karena tidak mampu melakukan apa-apa untuk membuat perubahan. Distres ini jika
tidak terselesaikan dapat memunculkan ide bunuh diri bahkan sampai melakukan
tindakan melukai/mencelakai diri sendiri. Biasanya orang-orang ini lah yang
termotivasi untuk menjadi helping
professional, walaupun pada akhirnya belum tentu berprofesi sebagai helping professional. Malah ada pula
yang menolak menjadi helping professional
dan menghindari lingkungan yang penuh penderitaan supaya tidak perlu merasakan empathic distress.
PENYEBAB DAN PENCEGAHAN CF/ED
Penting untuk
menyadari penyebab dan gejala terjadinya dari CF maupun ED, khususnya untuk
para helping professional. Selain
faktor kepuasan pekerjaan (pendapatan yang tidak memadai, organisasi yang tidak
berfungsi dengan baik, masalah dengan rekan dan atasan), orang yang paling
mungkin terkena CF/ED ini adalah yang memiliki trauma masa lalu yang belum
selesai dan yang self care- nya
buruk.
Orang yang bekerja
sebagai helping professional sering
awalnya tertarik pada bidang ini karena alasan personal seperti “saya tahu
rasanya hidup dalam kesusahan”, “tidak tahan melihat penderitaan orang lain”,
“ingin membantu' dan “untuk membuat perubahan ke arah yang lebih baik”.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sekitar 60% dari individu yang memilih
untuk menjadi helping professional
memiliki sejarah trauma atau pengalaman kehilangan atau menyaksikan orang dekat
yang berjuang menghadapi isu kesehatan mental, kecanduan atau peristiwa
traumatis. Ini berarti orang-orang ini lebih rentan untuk mengembangkan masalah
kesehatan mental dan dapat terpicu oleh cerita traumatis dari klien mereka,
terutama jika mereka sendiri belum sembuh.
Para helping professional harus
melakukan asesmen terhadap diri sendiri untuk benar-benar mengenali diri,
seperti pengalaman masa lalu, luka hati yang belum selesai, hal-hal yang tidak
disukai, dan hal-hal yang dapat membuat bahagia. Untuk mencegah CF/ED juga
butuh bantuan dan support orang terdekat, seperti pasangan, keluarga, rekan
kerja. Banyak helping professional
merasa kesulitan menemukan orang yang memahami dan mendapatkan support. Mereka sering dianggap terlalu
memikirkan orang lain, atau malah dimarahi dan dilarang karena melakukan
perbuatan yang tidak menguntungkan diri sendiri. Padahal hal tersebut terjadi
secara natural. Justru kalau tidak peduli maka rasanya sama dengan menyakiti
diri sendiri. Kalau boleh memilih mungkin akan lebih tenang dengan tidak peduli
dan memikirkan diri sendiri saja. Hal-hal seperti ini yang mesti dipahami dan
diterima oleh orang-orang di sekeliling para helping professional. Terkadang seseorang tidak menyadari dirinya
sedang mengalami CF/ED, maka diharapkan orang terdekatnya untuk lebih peka
dengan gejala yang timbul. Caranya dengan ikut membantu penderita CF/ED ini
menyelesaikan tugasnya dan menyingkirkan hal-hal yang dianggap mengganggu.
Biasanya penderita CF/ED ini tidak akan berhenti sebelum tugasnya selesai.
Memarahi, melarang apalagi maksanya berhenti hanya akan memperburuk keadaannya,
bahkan akan membuatnya membenci Anda.
Hal paling penting untuk mencegah atau mengobati CF/ED adalah dengan
mempraktekkan self care (self love). Seseorang tidak mungkin
menuangkan air dari teko yang kosong. Tidak mungkin memberikan sesuatu yang
tidak ia miliki. Maka penuhi dulu diri sendiri dengan compassion sebelum memberikan compassion
itu pada orang lain. Kita akan sulit membahagiakan orang lain jika diri sendiri
belum bahagia. Luangkan waktu untuk me-time,
lakukan hobi, kembangkan bakat, meditasi, traveling, menonton stand up commedy, berkumpul dengan
teman-teman dan bersenang-senang, atau kegiatan lain yang disukai.
Semoga bermanfaat
Jakarta, 22.02.20202
*******
Referensi :
Figley, Charles R.
2012. Encyclopedia of trauma. SAGE Publications, Inc. United States of America
Klimecki & Singer. 2011. Empathic Distress Fatigue Rather Than Compassion
Fatigue? Integrating Findings from Empathy Research in Psychology and Social
Neuroscience.
https://www.researchgate.net/publication/288980407_Empathic_Distress_Fatigue_Rather_Than_Compassion_Fatigue_Integrating_Findings_from_Empathy_Research_in_Psychology_and_Social_Neuroscience/link/57b1a01108aeb2cf17c56026/download
Radey, Melissa; Figley, Charles R. 2007. The Social Psychology of Compassion.
Clinical Social Work Journal. 35:207–214 DOI 10.1007/s10615-007-0087-3