Jumat, 25 Januari 2019

AMARYLLIS (a love story)

AMARYLLIS
(a love story)


Konon katanya, nama bunga Amaryllis diambil dari sebuah legenda Yunani Kuno. Alkisah, peri Amaryllis jatuh cinta kepada seorang gembala bernama Alteo.  Ternyata cinta Amaryllis bertepuk sebelah tangan.

Wajah Alteo yang setampan Apollo dan tubuhnya yang sekuat Hercules membuat semua perempuan dan peri jatuh hati padanya. Sayangnya, Alteo hanya tertarik pada pekerjaannya dan keindahan bunga-bunga yang bermekaran.

Peri Amaryllis yang berharap bisa memenangkan hati Alteo meminta nasehat orakel (peramal) di Delphi (kota yang terletak di lereng Gunung Parnassus, di bawah mata air "Castalian Spring". Bangsa Yunani menyebutnya sebagai pusat dari tata surya). Orakel memberi petunjuk untuk mengetuk pintu rumah Alteo setiap hari selama 30 hari. Ia juga harus mengenakan gaun berwarna putih dan menusuk jantungnya dengan panah emas setiap kali ia datang.

Amaryllis pun menuruti petunjuk dari orakel. Selama 29 hari Alteo tidak peduli dengan kedatangan Amaryllis, sampai hari ke 30 Alteo pun membukakan pintunya. Betapa terkejutnya pemuda tersebut menyaksikan bunga-bunga cantik berwarna merah yang belum pernah ia lihat sebelumnya bermekaran di sepanjang jalan. Ternyata bunga tersebut berasal dari tetesan darah sang peri selama 29 hari, dimana gaun putihnya sudah memerah bersimbah darah. Alteo terpana melihat pemandangan di depannya sehingga ia pun jatuh cinta pada keteguhan dan keindahan Amaryllis. Seketika itu pula jantung peri Amarylis yang tertusuk panah emas sembuh kembali.

***

Bagi orang-orang Yunani, Amaryllis (αμαρυλλις) memiliki arti kemegahan atau berkilau. Bunga Amaryllis merupakan representasi kekuatan, kepercayaan diri, keteguhan hati dan kecantikan seorang wanita. Oleh karena mahkotanya yang besar dan tumbuh tegak menjulang tinggi di antara bunga-bunga lainnya, Amaryllis juga dianggap mengisyaratkan suatu keangkuhan. Namun di jaman itu, sebutan angkuh untuk seorang wanita mengacu sebagai pujian untuk wanita cantik.

*

Devira
2018
Ditulis sembari menunggu.



Rabu, 23 Januari 2019

Pelajaran Catur



PELAJARAN CATUR

Seorang dosen sedang mengajarkan tiga orang mahasiswanya bermain catur. Di akhir pelajaran, dosen bertanya pada ketiga mahasiswa tersebut bidak mana yang paling disukai dan paling merepresentasikan diri mereka. Dimulai dari mahasiswa yang duduk paling kanan.

Mahasiswa 1 dengan malu-malu menjawab, "saya suka pion." Dua temannya tertawa mencemooh mendengar jawabannya, sementara dosen mengangguk-angguk. Wajah mahasiswa 1 memerah tapi ia tidak mengubah jawabannya.

Kemudian dosen menunjuk mahasiswa berikutnya. "Ratu donk! Hahaa." jawab mahasiswa 2 dengan percaya diri.

Mahasiswa 3 terlihat tak mau kalah langsung menjawab dengan lantang, "ya Raja lah. Gimana sih kalian?!"

Dosen mendengarkan jawaban ketiga mahasiswanya sambil tersenyum dan mengangguk-angguk. Lalu ia bertanya lagi, apa alasan pilihan jawaban mereka.

"P..pion itu memang kecil t..tapi dia tidak pernah mundur," jawab mahasiswa 1 sedikit terbata-bata. Ia menarik napas panjang sebelum melanjutkan, "kalau dia mampu bertahan dan berhasil mencapai ujung dia bisa jadi apa saja yang dia mau." Mahasiswa 1 menatap sinis ke kedua temannya yang masih saja tertawa.

Setelah mengapresiasi jawaban mahasiswa 1, dosen beralih ke mahasiswa 2. "Ratu bisa bergerak kemana saja. Ratu juga yang paling dapat diandalkan untuk menjaga permainan tetap berlangsung. Makanya pion pun kepingin jadi Ratu. Hahaa. Bisa dikatakan bahwa Ratu itu lebih hebat dari Raja," jawab mahasiswa 2. Kepercayaan dirinya terpancar hingga memenuhi seluruh ruangan.

Mendengar jawaban mahasiswa 2, mahasiswa 3 langsung menyambar dengan lantang, "Kata siapa Ratu lebih hebat dari Raja?! Jangan konyol, ini catur. Kalau Raja mati, game over! Pion,” jarinya menunjuk ke mahasiswa 1, “bidak yang paling tidak punya hak. Maju terus sampai dimakan lawan. Siapa yang mau mati-matian untuk mempertahankan satu pion? Gak ada. You are just a sacrifice!” Ia sampai berdiri dari tempat duduknya saat berbicara. “Ratu,” ia menunjuk mahasiswa 2, “kamu diberikan kemampuan lebih untuk apa? Untuk melindungi Raja. Kalian semua cuma pelayan! Sacrifice! Sehebat apapun kalian semua cuma umpan demi menjaga eksistensi Raja," tegas mahasiswa 3 dengan berapi-api seperti sedang berorasi.

Sang dosen tertawa senang melihat ketiga mahasiswanya yang begitu bersemangat dengan pendiriannya masing-masing. Sedangkan ketiga mahasiswanya masih saling adu mulut tentang kehebatan bidak masing-masing.

"Bagus sekali," dosen berkata sambil berusaha melerai ketiga mahasiswanya. "Pion itu keren, tidak mengenal kata mundur. Jika berhasil bertahan dia bisa berubah jadi bidak apapun. Pion juga merupakan pasukan garis depan, butuh nyali besar untuk berada di situ," dosen mengedipkan matanya pada mahasiswa 1. Mendengar penjelasan dosen, mata mahasiswa 1 berbinar-binar.

Dosen melanjutkan, "Dan benar sekali, Ratu adalah yang paling leluasa dalam gerak, bidak yang dipertahankan agar tetap di sisi Raja hingga akhir. Tapi...kalau Pion mampu mencapai ujung, Ratu bisa ada dua atau lebih loh." Tawa percaya diri mahasiswa 2 berubah menjadi senyum tersipu-sipu.

"Raja. Bidak utama dalam catur. Jika Raja mati, permainan selesai," dosen menatap mahasiswa 3 yang menatapnya tajam dengan ekspresi yang serius. "Tapi jangan lupa, Raja punya keterbatasan. Karena keterbatasannya itu Raja butuh pelayan yang banyak untuk melindunginya. Selesainya permainan juga karena bantuan para pelayan, bukan dari tangan Raja sendiri." Mahasiswa 3 seperti kehilangan kata-kata, air wajahnya berubah dan rahangnya terlihat menegang.

Dosen melanjutkan penjelasannya, "Catur adalah permainan strategi. Strategi itu antara lain sikap pantang mundur, tahu kapan maju dan kapan mundur dan kapan bertahan, mengambil langkah pendek atau panjang, termasuk juga pengorbanan, dan kerja sama. Setiap bidak punya karakteristik dan tugasnya masing-masing yang jika dijalankan dengan baik maka tujuan bersama akan tercapai. Dan pada akhirnya semua permaian akan berakhir. Semua bidak akan masuk ke dalam kotak yang sama dan papan pun dilipat. Baik Pion, Ratu maupun Raja tinggallah sebatas nama. Tidak ada lagi langkah yang bisa diambil. Tidak ada strategi. Tak ada lawan maupun kawan. Semua berakhir sampai permainan yang baru dimulai.”

"Hampir sama seperti di kehidupan nyata. Setiap orang punya kelebihan dan kekurangan serta tanggung jawabnya masing-masing sesuai dengan porsinya. Siapapun kamu saat ini, Pion, Ratu, Raja atau lainnya, jalani 'permainan' hidupmu dengan sebaik-baiknya. Jika saat ini kamu adalah Pion, jalanilah peranmu dengan sepenuh hati. Jika kamu saat ini adalah Raja, bertindaklah dengan bijaksana. Karena tugas manusia adalah berusaha sebaik-baiknya dan menjalankan peran yang telah diamanatkan kepada kita dengan penuh tanggung jawab. Sampai saatnya kehidupan usai dan kita kembali ke dalam kotak yang sama. Tak ada lagi yang namanya status atau strategi. Di mata Tuhan kita semua sama. Hanya amalan yang menjadi pembeda."

Setelah mencium tangan sang dosen, ketiga mahasiswa pulang dengan membawa pemahaman baru. Mereka pun berkomitmen untuk berhenti berdebat, lebih menghormati dan menyayangi satu sama lain, dan menjalankan peran mereka sebaik-baiknya.

***

I'm done.

Devira
11 Desember 2018
@Rektorat Universitas Padjadjaran

Ditulis sembari menunggu. Sementara orang yang ditunggu sedang sibuk menjamu tetamu mulai dari ruang rapat, menuju miniatur di lobi, masuk ke ruangan baru, mengantar mereka hingga jemputan datang, kemudian bergegas kembali ke ruangannya.

Selasa, 08 Januari 2019

GRADUATION #5 : Untuk Ibu


Dear, ibu.

Yang jauh di mata dan dekat di hati.

Ibu pembimbing. Sesama anggota bulan Desember. Bisa dikatakan, ibu adalah orang pertama yang percaya bahwa saya mampu dan punya potensi untuk menjadi apapun yang saya inginkan. Butuh waktu bertahun-tahun sebelum saya benar-benar paham betapa care dan sabarnya ibu. Terkadang suka ketawa sendiri mengingat bagaimana tingkah saya dahulu waktu masih dalam bimbingan ibu. Memang tak banyak guru yang mampu memahami pola pikir dan gaya belajar saya, bahkan hingga kini. Betapa Tuhan tak pernah keliru menentukan pertemuan dan waktu. Berkat ibu, sekolah bisa begitu menyenangkan sehingga kelulusan pun menjadi momen tak terlupakan. 10 tahun berlalu. Banyak hal yang berubah, banyak juga yang tidak. Semoga yang berubah maupun tidak menjadikan diri lebih baik.

Terima kasih untuk tidak mudah menyerah terhadap saya. Terima kasih telah mengajarkan saya untuk tidak mudah menyerah.

Devira
Januari 2019