Kamis, 10 Mei 2018

COUNTERTRANSFERENCE


Ada yang bertanya, kenapa beberapa waktu belakangan saya menjadi lebih sensitif dan lebih mellow. Saya pun sadar, itu memang benar.

Saat ini saya sedang menyelesaikan penelitian intervensi terhadap wanita penderita kanker payudara. Oleh karenanya, saya banyak membaca buku dan menonton film bertemakan terminal illness guna mendapatkan penghayatan. Apalagi berhadapan langsung dengan pasien terminal illness di rumah sakit, tentu bukan hal yang mudah. Momen paling berat yang saya rasakan adalah saat salah seorang partisipan penelitian saya meninggal dunia di tengah proses penelitian. Hal tersebut memberikan pengaruh emosional dalam diri saya. Karena mendapatkan kabar duka cita, karena sehari sebelumnya kondisi pasien terlihat lebih sehat dari hari-hari sebelumnya, karena harus mencari partisipan baru dan mengulang proses.

Saat itu yang saya rasakan adalah kesedihan mendalam, entah kenapa. Rasanya saya tidak mungkin mampu melanjutkan penelitian ini. Besoknya, gantian saya yang menjadi pasien. Dokter mengatakan saya mengalami stres fisik dan mental sehingga imun tubuh saya drop. Akibatnya, timbul reaksi alergi dan infeksi di beberapa bagian tubuh saya.

Ya, saya stres. Beberapa hari sebelumnya saya baru saja menyelesaikan pelaksanaan intervensi penelitian medis di Dinas Sosial Kota Bandung. Beberapa hari setelahnya saya akan menjalani ujian akhir keprofesian. Di sela-selanya ada 9 ringkasan laporan kasus, konsinyiran, amdat, dan lainnya. Dokter menyarankan saya untuk bedrest beberapa hari. Kemudian saya diberikan resep beberapa obat yang saya yakin mengandung obat tidur (hahhah). Karena setiap sehabis minum obat pasti tidur lamaaa.

Selama beberapa hari beristirahat, saya menyadari bahwa ada hal lain yang membuat keadaan ini menjadi sangat emosional. Saya terasosiasi dengan kejadian saat saya masih kecil, ketika ibu saya meninggal dunia di rumah sakit setelah sakit berkepanjangan. Dalam ilmu psikologi ini disebut 
countertransference, yaitu totalitas reaksi afektif dan perilaku baik sadar maupun tidak sadar yang dialami praktisi klinis kepada klien, termasuk reka ulang dan persepsi transferential. Countertransference mengacu pada pengalaman praktisi klinis yang berasosiasi dengan apa yang terjadi dalam hubungan terapeutik (Figley, 2012). Peristiwa yang terjadi pada partisipan penelitian saya memiliki kemiripan dengan peristiwa yang terjadi pada ibu saya di masa lalu. Hal tersebut memicu ingatan saya, bukan hanya tentang kejadiannya, tapi juga perasaan yang saya rasakan 20 tahun lalu. Fenomena ini sebenarnya wajar dan dapat terjadi pada siapa saja. Hanya saja karena saya sedang menangani kasus, tentu ada hal-hal yang perlu dibenahi karena dapat mempengaruhi perlakuan saya terhadap pasien saya. Resiko profesi.

H-1 ujian akhir keprofesian, obat saya habis. Kondisi saya sudah lebih stabil. Seharian saya memilih bersantai setelah menentukan kasus yang akan dipresentasikan. Hari H, ujian berjalan lancar dan menyenangkan. Revisi beres satu malam. Beberapa hari kemudian, saya menemukan pasien yang dapat dijadikan partisipan penelitian baru. Rasanya semua kembali normal. Mmm..tapi sepertinya sekarang kerjanya pelan-pelan saja.

Daaan seperti biasa, reaksi orang-orang yang mengenal saya, "kebiasaan kali gak cerita!" Ehhehe..Iya, kebiasaan. Jadi sekarang saya sudah cerita yaa... 
*jangandimarahin*




Sudah jadi psikolog pun tetap bisa kena isu mental health. Da saya mah hanya manusia biasa.
.
.
.
Referensi : Figley, Charles R. (2012). Encyclopedia of trauma. SAGE Publications, Inc. United States of America